Randi Julian Miranda: Daya untuk Kampung Halaman

Artikel ini sebelumnya telah dipublikasikan di mediaindonesia.com pada 25 Oktober 2020, ditulis oleh Bagus Pradana.

 

Beberapa hari setelah menyelesaikan pendidikan master di Australia, Randi Julian Miranda memilih untuk kembali ke kampung halamannya di Puruk Cahu, Kalimantan Tengah. Keputusan tersebut ia ambil lantaran keprihatinannya saat melihat ruang hidup masyarakat di kampungnya semakin tergerus keberadaan industri pertambangan.

“Saya lahir dan besar di keluarga penambang emas, pekerjaan orang-orang di kampung saya itu cuma dua, kalau bukan petani, ya, penambang,” aku Randi saat menjadi narasumber Kick Andy yang tayang hari ini (25/10).

Pemuda yang kini berusia 28 tahun itu bertutur jika sebenarnya ketidakadilan di masyarakat telah ia sadari sebelum studi di ‘Negara Kanguru’. Ketidakadilan itu sebagai dampak eksploitasi bahan tambang berupa migas, emas, batu bara, kemudian juga hasil hutan seperti kayu. Pemanfaatan sumber daya alam itu tidak menyejahterakan masyarakat dan hanya menguntungkan perusahaan besar. “Tapi narasi di sana benar-benar terbalik, hutan dan segala jenis sumber daya yang seharusnya kami miliki itu dikuasai big corporation,” lanjutnya.

Randi menilai, laju industrialisasi telah membuat masyarakat di kampungnya terpinggirkan. Bahkan, ia menyaksikan dengan mata kepalanya beberapa anggota keluarganya harus berurusan dengan hukum lantaran dituduh menambang di area konsesi.

“Ini benar-benar ‘heartbreaking’ ya, dan membuat saya kepikiran. Keluarga inti saya bahkan tetangga-tetangga saya ini berulang kali masuk ke lubang yang sama. Sampai-sampai saya sempat berpikir apa janganjangan keluarga saya ini kriminal, ya? Tapi ternyata setelah saya S-2, saya mengerti kompleksitas masalah yang mereka hadapi akhirnya,” ungkap pemuda alumnus University of Melbourne tersebut.

Melawan lewat fesyen

Tak tahan melihat diskriminasi yang terjadi di tanah kelahirannya, sepulang dari studinya, Randi kemudian memutar otak untuk memajukan kampung halamannya. Ia menyadari karena area hutan sudah banyak menjadi lahan konsesi perusahaan besar, masyarakat harus mencari cara lain untuk tetap bisa memanfaatkan hasil alam.

“Saya putusin buat sesuatu yang ‘applicable’ dengan konteks kebudayaan lokal orang-orang Dayak. Saya gali potensi produk alamnya, seperti rotan dan berbagai jenis hasil hutan lain yang bisa dikembangkan,” ujarnya.

Ia kemudian membuat sebuah jenama lokal yang bergerak di bidang fesyen ramah lingkungan dengan konsep social enterprise, yang ia beri nama Handep (Handmade Ethical Product) pada 2018.

Melalui Handep, Randi mulai mencoba untuk mengolah potensi alam di Kalimantan Tengah, seperti rotan dan berbagai jenis hasil alam non kayu lainnya. Hasil alam itu dijadikan produk fesyen, dari tas, topi, hingga aksesori lainnya. Selain fesyen, Handep juga mengembangkan produk-produk pertanian organik, seperti beras organik dan madu hutan. Dalam bisnisnya, Randi lebih mengedepankan nilai partisipasi masyarakat, ia ingin agar masyarakat berdaya di tanahnya.

Dengan mendirikan Handep, ada tiga hal yang berusaha diwujudkan Randi. Pertama, pemberdayaan masyarakat lokal (khususnya perempuan) agar memiliki ekonomi yang stabil. Kedua, lewat sustainable fesyen, Randi ingin membantu pelestarian hutan dan menjaga lingkungan. Terakhir, Handep ini memiliki visi untuk menjaga kelestarian dan kearifan budaya masyarakat di Kalimantan Tengah.

Saat ini, telah ada 5 desa dengan 200 perajin dan petani rotan yang bergabung dengan Handep dan mendapat penghasilan yang tetap dari usaha kerajinan tersebut. Dalam kurun waktu 2 tahun, produk-produk Handep pun mulai dikenal dalam skala nasional, bahkan balangan Randi mulai merambah pasar mancanegara.

“Kami mau kasih pilihan ke warga, bahwa ini lo ada satu usaha yang lain yang cukup menjanjikan selain nambang emas. Nambang emas dalam setahun paling 3 kali dapat, selebihnya enggak dapat, income tidak tentu, mungkin itu yang membuat masyarakat tertarik untuk bergabung,” pungkas Randi.

Previous
Previous

Handep di Kick Andy Show: “Muda yang Berdaya”

Next
Next

Handep at The Eco-Interviews